Nenek yang
tampak lusuh itu memegang kantong plastik hitam.
Dia terlihat
sangat tua. Raganya membungkuk, matanya berair, guratan keriput di wajahnya
jelas dan berkelok.
Dia
tersenyum-senyum dengan sendirinya.
Kutanya,
"Apa gerangan yang ada di plastik itu, Nek?"
"Minyak
goreng," jawabnya tersenyum.
Minyak itu
ternyata jatah pembagian sembako yang baru saja dia dapatkan. Dia bercerita
bahwa dia seharian harus mengantri berpanas-panasan di bawah terik matahari
untuk mendapatkan barang mewah itu.
Minyak itu
akan digunakannya menggoreng tepung untuk cucunya.
"Tepung?
Tepung..untuk dimakan cucunya?" awalnya aku kaget tak percaya. Namun
memang begitu ceritanya.
Nenek itu
bercerita dengan riang bahwa cucunya sangat senang bila digorengkan tepung.
Hanya tepung. Sebab tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh nenek itu. Tak ada
cukup uang untuk membeli makanan, selain tepung.
Seketika aku
mengingat makanan yang begitu beragam dan menumpuk di rumah, yang jarang sekali
aku bersyukur dan bahkan peduli atasnya. Nikmat agung di sekelilingku kuanggap
tak berharga. Sedangkan nenek ini, sudah riang bukan main hanya dengan bisa
memberi tepung goreng kepada cucunya.
mlg/24/4/14/*diadaptasi
dari "Kisah Seorang Nenek yang Tegar", kisahkisah.com
mulia itu,,
tak hanya dimiliki oleh mereka yang ada di atas
tak hanya dimiliki mereka yang bernama, ataupun bertahta
mulia itu,,
juga milik mereka yang di tengah, juga mereka yang dibawah sekalipun
mereka yang sederhana, mereka yang biasa dan tak bernama mampu menjadi mulia
mulia itu,,
untuk siapa saja yang mau berusaha
mlg/2/9/14
tak hanya dimiliki oleh mereka yang ada di atas
tak hanya dimiliki mereka yang bernama, ataupun bertahta
mulia itu,,
juga milik mereka yang di tengah, juga mereka yang dibawah sekalipun
mereka yang sederhana, mereka yang biasa dan tak bernama mampu menjadi mulia
mulia itu,,
untuk siapa saja yang mau berusaha
mlg/2/9/14